“Hanya yang pernah mengalami katarsis, yang bisa menceritakan apa rasanya katarsis.”
Mereka yang belum pernah mengalami puncaknya lapar, tidak akan bisa membuat orang merasa tertulari rasa lapar. Bagaimanapun ia menceritakan rasa laparnya. Mereka yang belum pernah mengalami puncaknya rasa rindu, tidak akan bisa mengajak orang merasakan nuansa romantis. Apapun simbol dan teknik cerita yang dipakainya. Mereka yang belum pernah mengalami puncaknya patah hati, tidak akan bisa mengajak orang untuk merasa putus asa, dari melihat karyanya.
Walhasil, pendek kata, mereka yang belum pernah merasa katarsis dengan perasaannya, akan menghasilkan bahasa komunikasi yang biasa saja, selamanya. Apapun bahasanya.
Ini bukan soal kritik mengkritik. Ini bukan soal jatuh menjatuhkan.
Ini soal membuat sesuatu yang baik, bagus, indah, cantik, ganteng dan semacamnya. Ini tentang keberhasilan mengkomunikasikan pesan dalam tampilan visual.
Jika belum pernah katarsis, maka paling tidak, jujurlah.
Karena kejujuran, adalah katarsis dari human being, inti dari kemanusiaan.
Ketidak berhasilan membuat sesuatu yang baik, bagus, indah, cantik, ganteng itu, tidak menggugurkan kewajibanmu untuk membuat sesuatu yang benar.
Karena meski belum bagus, karya tetap harus dibuat dengan benar.
dalam rangka mengingatkan mereka yang lupa,
enyerawati 18.09.2013
Reblogged this on Joen Aselirembang.