Melunglai

enyerawati_berbagi-hati

[catatan berbagi hati dengan pinus nan tinggi]

Menyandar punggung pada pinus yang tinggi
Berbincang dari hati ke hati
Sembari memandang burung yang datang dan pergi
Terbang kesana kemari, silih berganti
“Apa yang meresahkanmu kali ini?”
“Aku, hanya merasa sangat lunglai”
“Apa yang menyebabkanmu melunglai?”
“Pertanyaan pentingnya justru, mengapa aku perlu merasa lunglai? Bukankah aku tahu, pada punggung itu aku akan kembali bersemuka lagi?!”
“Ah, kau selalu tak tegar kala ditinggal pergi”
“Iya. Kau benar sekali”
“Lihatlah burung itu. Mereka terbang kesana kemari, tapi pasti akan kembali kemari. Aku tak pernah risau kemana atau berapa lama dia terbang meninggalkanku, sang tempatnya berdiri”
“Ya. Aku melihatnya dari tadi”
“Jangan risau kemana dia pergi. Karena kesini, dia pasti kembali”
Aku menunduk pada kebijaksanaan pinus yang tinggi dan tetap membumi
Aku meraba dada, menengadahkan kepala, menyandar padanya, lalu berkata
“Mungkin aku hanya ingin menjadi berharga dimatanya. Seseorang yang diperhitungkannya, dalam hidupnya. Makanya aku selalu melunglai setiap kali melihat pada punggungnya, yang berarti dia akan terbang, entah untuk berapa lama, atau kapan aku akan jumpa dengannya”
Seize the day. Dia akan kembali lagi kesini. Hanya itu yang perlu kau yakini di dalam hati”

Pada mendung, aku putus asa mencari matahari …

Eny Erawati, 31122016

Diterbitkan oleh

enyerawati

i am just an ordinary girl, who fall in love with al Hikam, i have a bit of phographic background from Institut Kesenian Jakarta, and having a class at Desain Komunikasi Visual Univ. Negri Malang at the moment. i am an old student, well, ... kind of :)

Tinggalkan komentar